Analisis Kasus dan Dampaknya Terhadap Cultural Shock, Cultural Lag, Disintegrasi, dan Ketimpangan Sosial
Budaya Naik Transportasi Umum
Budaya naik transportasi umum sangat
melekat pada Negara-negara yang telah maju, seperti Amerika Serikat, Jepang,
dan Singapura. Budaya ini sudah masuk di Indonesia, tetapi masih belum terlihat
pelaksanannya. Banyak factor yang menyebabkan budaya ini belum terlaksanakan
dengan baik, beberapa di antaranya yaitu karena masyarakat yang belum siap
menggunakan transportasi umum, serta karena masih banyak fasilitas transportasi
public yang tidak memadai dan kurang memberikan kenyamanan. Padahal, jika
terlaksana dengan baik, hal ini dapat berkontibusi untuk mengurangi kemacetan
serta menekan polusi.
Cultural shock : banyak masyarakat yang
belum siap serta belum terbiasa untuk menerapkan budaya naik transportasi umum,
karena mayoritas warga lebih memilih untuk
menggunakan transportasi pribadi. Sehingga, setelah budaya ini mulai
diterapkan di Indonesia, masih banyak masyarakat yang acuh tak acuh.
Cultural lag : jika ingin menerapkan budaya
naik transportasi umum di Indonesia, maka transportasi public yang ada harus
memadai serta memiliki teknologi canggih sehingga dapat menimbulkan kenyamanan
dan efisiensi waktu. Contohnya
Shinkansen/kereta super cepat di Jepang dan Korea Train Express di Korea, yang
memiliki kecepatan melebihi MRT di Indonesia.
Disintegrasi : terjadi perpecahan di
masyarakat akibat perbedaan pendapat antara masyarakat yang menerapkan budaya
naik transportasi umum dengan yang tidak.
Ketimpangan social : terjadi ketimpangan
social antara pengguna transportasi umum dan pengguna transportasi pribadi.
Karena di Indonesia, masyarakat yang sering menggunakan transportasi pribadi
cenderung dianggap berkecukupan daripada masyarakat pengguna transportasi
umum.
Komentar
Posting Komentar